RUU Kehutanan Diharap Perhatikan UU Otonomi Khusus Papua
Anggota Komisi IV DPR RI Robert Joppy Kardinal (F-PG)/Foto:Eko/Iw
Anggota Komisi IV DPR RI Robert Joppy Kardinal menyampaikan catatan penting berkaitan dengan Revisi Undang-Undang (RUU) tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan. Dia mengharapkan agar RUU Kehutanan bisa disinkronkan dengan Undang-Udang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Papua.
Menurut Anggota Dewan dari Dapil Papua Barat ini, adat dan istiadat serta kebudayaan Papau sangat erat kaitannya dengan masyarakat asli setempat. Dalam otonomi khusus Papua sudah mengakomodir kepentingan tersebut. "Catatan penting saya dalam penyelesaian undang-undang ini kita harus memperhatikan kekhususan Undang-Undang No.21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus, supaya tidak banyak tumpang tindih," ungkapnya saat saat kunjungan kerja spesifik di Manokwari, Rabu (3/10/2018).
Dia pun mangamini aspirasi dari pakar antropologi dari Universitas Papua yang menjabarkan kebudayaan masyarakat setempat atas kepemiikan tanah. “Melihat tadi yang dikatakan bahwa di Papua ini tidak ada satu jengkal tanah pun yang tidak ada pemiliknya. Semua itu pasti ada orangnya, tuannya. Itu yang penting sekali,” ujar Robert saat acara jejaring pendapat menerima masukan dari para akademisi Universitas Papua di Fakultas Kehutanan.
Hal mendasar yang menjadi isi Undang-Undang tentang Otonomi Khusus Bagi Papua berkaitan dengan pengaturan kewenangan antara Pemerintah dengan Pemerintah Provinsi Papua serta penerapan kewenangan tersebut di Provinsi Papua yang dilakukan dengan kekhususan. Undang-undang ini menempatkan orang asli Papua dan penduduk Papua pada umumnya sebagai subjek utama. Keberadaan Pemerintah, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten atau Kota, serta perangkat di bawahnya, diarahkan untuk memberikan pelayanan terbaik dan pemberdayaan rakyat.
Terkait dengan ekosistem dan pelestarian hutan di Papua, dia menegaskan agar tradisi pemberian mahkota burung cendrawasih yang diawetkan kepada tamu atau orang-orang yang dihormati, tidak menggunakan burung asli, melainkan cukup dengan replika burung buatan. Hal ini bertujuan agar burung asli endemik Papua terjaga kelestariannya.
“Saya minta supaya jadi perhatian adat, masyarakat Papua dan Papua Barat khususnya, tidak memberi tamu yang hadir dalam kegiatan apapun dengan mahkota burung cendrawasih yang dimatikan. Itu berarti kita sudah turut menghancurkan ekosistem. Satu contoh seperti itu," jelas Robert. (eko/mh)